13 Juni 2009

Berita Dari Malaysia


GANYANG MALAYSIA DENGAN KARYA SENI

Akhir- akhir ini kita sebagai bangsa Indonesia merasa terlecehkan dan terhina atas perlakuan negeri jiran Malaysia yang tak lain adalah“sang adik” baik itu menyangkut kasus Manohara yang merupakan putri yang disiksa oleh sang pangeran kelantan yang tak lain adalah suaminya sendiri. Begitu juga kasus perbatasan di blok ambalat.
Belum lagi kasus klasik atas perlakuan TKI khususnya TKW yang terakhir (dan semoga benar-benar terakhir) yang menimpa Siti Hajar atas perlakuan tidak manusiawi dari majikannya.
Dengan Karya Seni Malaysia Kecil dimata Kita
Terlepas dari semua persoalan diatas, ada satu hal yang sampai saat ini masih membuat kita berbangga hati, tak lain adalah karya seni anak bangsa yang benar-benar telah “mengganyang Malaysia”.
Untuk yang satu ini, Malaysia sudah mengibarkan bendera putih dan tidak dapat bertepuk dada dihadapan kita bangsa Indonesia.
Coba saja simak dari 90 persen lagu-lagu yang diedarkan di stasiun-stasiun televisi maupun radio lokal Malaysia adalah lagu-lagu dari Indonesia baik yang dinyanyikan langsung oleh penyanyi Indonesia ataupun dinyanyikan oleh penyanyi lokal.
Bahkan sinetron-sinetron yang kadaluarsa maupun yang tidak laku dinegeri ini, laris manis di negeri jiran tersebut, apakah ini indikasi selera masyarakat Malaysia sangat rendah, atau karena bakat seni mereka yang minim.
Terlepas dari hal tersebut, sampai saat ini karya seni anak bangsa benar-benar telah merajai Malaysia. Bahkan Novel Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman yang diangkat kelayar lebar juga menjadi perbincangan hebat dan menjadi best book seler 2008 di negeri tersebut, baik untuk novel maupun filmnya.
Malaysiapun siap-siap untuk diganyang kembali oleh film fenomenal dari pengarang novel yang sama, yaitu Ketika Cinta bertasbih yang akan meramaikan bioskop-bioskop setempat di bulan Juni ini.


Proteksi Pemerintah Malaysia Tidak Mempan
Sebenarnya pemerintah Malaysia menyadari ekspansi maupun invasi karya seni Indonesia di negeri mereka. Untuk itu berbagai cara dibuat oleh pemerintah dan juga pelaku seni negeri tersebut, salah satunya membatasi stasiun radio di Malaysia untuk mengudarakan lagu-lagu Indonesia, dan hanya boleh di dengarkan diatas jam 10.00 malam. Begitu juga stasiun TV untuk mengurangi undangan bagi seniman-seniman maupun grup musik Indonesia didalam mengisi acara di TV tersebut.
Berbagai reaksi muncul, bukannya di Indonesia tapi justru datang dari masyarakat Malaysia itu sendiri. Bagi Penggiat seni hal ini menguntungkan bagi mereka karena membuka kesempatan untuk unjuk gigi dihadapan publiknya sendiri meskipun dengan kualitas dan kemampuan yang pas-pasan.
Bahkan dalam sebuah tulisan di Berita Harian Malaysia, ada seorang Mahasiswi Malaysia yang sedang menuntut ilmu di Indonesia yang mengungkapkan kekecewaannya atas kondisi yang ada saat ini dengan judul “ Hasil Karya Artis Tempatan Patut Diutamakan”.
Dimana dalam tulisannya, mahasiswi tersebut sangat khawatir atas ekspansi karya seni Indonesia dinegerinya, bahkan mendesak pemerintah setempat untuk menaikan cukai atas produk-produk karya seni Indonesia.
Namun bagi masyarakat awam di Malaysia yang sudah terbiasa dan terhipnotis oleh karya seni Indonesia, hal ini adalah pemasungan atas selera dan kebebasan mereka didalam menikmati karya seni yang bermutu.


Penutup
Setelah berjaya dengan karya seni, kita juga dapat lebih bertepuk dada tepatnya di bulan oktober 2009 nanti, dimana pada bulan tersebut UNESCO sebagai badan di bawah naungan PBB yang bergerak dibidang seni dan budaya menetapkan dan mengesahkan BATIK sebagai cagar budaya Indonesia di dunia.
Dapat dibayangkan begitu banyaknya warga Malaysia yang memakai baju batik saat ini akan merasakan bahwa baju yang mereka pakai adalah karya agung dari sebuah negara besar INDONESIA RAYA…..

Tidak ada komentar: